Jangan lupa untuk follow, like, komen dan share Instagram kami ke teman-teman kalian, ya! Instagram, here

CERPEN | Tentang Apa yang Membuat Manusia Bahagia?

Gerimis yang tak henti-henti, membuat kami berdua harus berlama-lama di sebuah kedai kecil di sudut kota Hiraizumi. Tanpa terasa, keadaan ini membuat kami memesan teh dan beberapa snack hingga ketiga kalinya.

"Kamu udah baca buku Eric Weiner yang bulan lalu kita beli?"

Tiba-tiba saja sebuah pertanyaan darinya membuyarkan lamunanku tentang kemegahan kota ini di jaman dulu. Ya... Hiraizumi pernah menjadi ibukota negeri Fujiwara Utara dan cukup digdaya sebelum klan Fujiwara runtuh di tahun 1100-an.

"Mmm... masih yang The Geography of Bliss aja sih. Yang tiga lainnya belum," jawabku sambil nyengir agar dimaklumi olehnya.

Maklum, seharusnya aku sudah menyelesaikan ke-empat buku tersebut agar sebanding dengan perasaan antusias saat membelinya kemarin.

"Menurutmu, hal yang paling fundamental untuk membuat manusia bahagia apa?"

Mendapati pertanyaan seperti itu, secara otomatis ingatanku seolah memanggil kembali database yang sudah tersimpan di dalam kepala ketika membaca The Geography of Bliss (GOB).

Kalau di Amrik sono, justru sekarang yang membuat orang-orang sana bahagia adalah menurunnya standart bahagia serta bertambahnya waktu untuk bermain dengan teman dan keluarga.

Lalu di Swiss yang terkenal dengan serba tepatnya, mampu mereduksi ketidakbahagiaan dengan ketepatan waktu dan disiplin. Pada akhirnya hal-hal yang tidak membahagiakan semacam delay kereta, toilet umum kotor, jalan berlubang, bisa tereduksi dengan sendirinya. Dan hal yang menarik dari Swiss adalah tabu untuk pamer kekayaan.

Dari 2 contoh tersebut saja, bisa disimpulkan bahwa setiap negara memiliki standart kebahagiaannya sendiri-sendiri. Dan bahkan untuk masing-masing personal juga pastinya akan berbeda. Sehingga, bagiku cukup sulit untuk menjawab pertanyaan tentang hal paling fundamental untuk membahagiakan manusia.

"Menurut Eric, setiap negara memiliki standart dan kadar kebahagiaannya masing-masing. Tentu gak akan mudah menemukan sekaligus menentukan hal fundamental yang bisa membahagiakan manusia, bukan?" jawabku mencoba diplomatis.

Dia hanya tersenyum. Seolah paham benar dengan diplomatisasiku menjawab seperti itu.

"Jawabanmu seperti politikus," ujarnya sambil menahan tawa.

Ya...  Pilihan terbaik adalah jawaban politis. Meski diam-diam dalam hatiku sebenarnya ingin sekali mengatakan bahwa kebahagiaan paling fundamental bagi diriku pribadi adalah "bisa menghabiskan banyak waktu bersama dia seperti saat ini".

Tiba-tiba saja dia beranjak dari duduk, lantas menepi ke arah pagar pembatas yang jaraknya hanya 2 meter. Di sana dia menatap ke langit-langit, lalu berkata: 

"Bahwasanya kebahagiaan paling fundamental bagi semua manusia adalah persoalan waktu. Semakin lapang waktu yang dimiliki, entah untuk bekerja, entah untuk menyalurkan hobi atau ekspresinya, entah kelapangan waktu untuk tidak merasa lapar, dan apapun itu, manusia akan bahagia."

Mendengar pernyataan tersebut, aku sontak berkata dalam hati;

"Iya. Kelapangan waktu bersamamu seperti saat ini. Tuhan mengijinkan dengan gerimisnya yang tak henti-henti."

Malang, -

Post a Comment

Ratakiri Selamat datang di Whatsapp chat
Halo, apa kabar?
Klik di sini ...