Jangan lupa untuk follow, like, komen dan share Instagram kami ke teman-teman kalian, ya! Instagram, here
Posts

OPINI | Sepasang Kekasih yang Bercinta di Luar Algoritma


Judul opini kali ini saya ambil dari headline DNVB yang memberitakan kepergian Frau dan Majelis Lidah Berduri dari Spotify. Ada sesuatu yang puitis sekaligus memberontak dalam frasa itu—seperti sindiran halus terhadap dominasi algoritma dalam industri musik kita saat ini.

Dari berita tersebut, saya mendapat kabar yang membuat saya semakin kagum dengan Frau, karena memang fans berat Frau dari awal. Apalagi mereka memutuskan untuk keluar dari Spotify sebagai bentuk dukungan kepada Palestina. Wah... Keputusan yang berani dan idealis, persis seperti karya-karya mereka yang selalu membawa pesan mendalam.

Sudah bertahun-tahun saya mengikuti perjalanan musik Frau, dan lagu "Sepasang Kekasih Yang Pertama Bercinta Di Luar Angkasa" menjadi salah satu yang paling menginspirasi dalam kegemaran menulis dengan aliran surealis. Dari judulnya saja sudah seperti membuka portal ke dimensi lain—romantis namun "aneh", personal tapi universal. Setiap kali mendengarnya, saya selalu terbawa ke dalam lamunan panjang tentang cinta yang melampaui batasan fisik dan realitas.

Lagu ini mengajarkan bahwa cinta bisa diekspresikan dalam bentuk yang tidak konvensional. Dalam cerpen-cerpen sureal yang saya tulis, saya sering mengadopsi konsep ini—bagaimana emosi manusia bisa bertransendensi melewati batas-batas logika. Kisah-kisah yang saya tulis seringkali terinspirasi dari imagery super realis (sureal): Tentang tuhan yang cemburu, lelaki yang terlahir dari botol whiskey, atau bahkan waktu yang berjalan mundur saat dua jiwa saling mengasihi, dan masih banyak lainnya.

Yang membuat saya semakin bangga hari ini adalah konsistensi Frau dalam memegang prinsip mereka. Di zaman di mana banyak musisi lebih memilih untuk berdiam diri demi kepentingan komersial, Frau justru mengambil sikap tegas. Mereka rela meninggalkan platform besar demi mendukung keadilan kemanusiaan. Ini bukan sekadar tentang musik lagi, tapi tentang integritas sebagai seniman dan manusia.

Keputusan ini mengingatkan saya bahwa seni tidak pernah netral. Setiap karya, setiap pilihan, setiap platform yang kita gunakan memiliki implikasi politik dan moral. Frau mengajarkan bahwa menjadi seniman—atau dalam konteks selaku penulis—berarti juga memiliki tanggung jawab sosial.

Sekarang saya mulai memahami makna yang lebih dalam dari judul DNVB tadi. "Sepasang Kekasih yang Bercinta di luar Algoritma" bukan hanya tentang meninggalkan platform digital, tapi tentang memilih untuk mencintai dengan cara yang autentik, bebas dari manipulasi sistem yang hanya mementingkan profit. Frau dan Majelis Lidah Berduri telah membuktikan bahwa masih ada tempat untuk idealisme di dunia yang semakin dikuasai algoritma.

Malam ini mungkin saya akan menulis cerita baru. Mungkin tentang sepasang kekasih yang memutuskan meninggalkan galaksi digital mereka demi mencari keadilan di alam semesta yang lebih luas. Atau tentang musisi-musisi yang mogok bernyanyi di hadapan algoritma sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan.

Terima kasih, Frau, karena telah mengajari bahwa idealisme bukanlah sesuatu yang naif. Kadang-kadang, itulah satu-satunya hal yang benar-benar kita miliki.

Dan catatan terakhir dari opini kali ini adalah;

"Cinta sejati tidak hanya tentang dua jiwa yang bertemu, tapi tentang dua jiwa yang bersatu untuk sesuatu yang lebih besar dari apapun yang mengendalikan mereka."

Malang, -

Post a Comment

Ratakiri Selamat datang di Whatsapp chat
Halo, apa kabar?
Klik di sini ...