Jangan lupa untuk follow, like, komen dan share Instagram kami ke teman-teman kalian, ya! Instagram, here

OPINI | Rokok Vs BPJS

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti baru-baru ini menyinggung soal masyarakat yang bisa menghabiskan ratusan ribu per bulan untuk rokok, tetapi merasa berat membayar iuran BPJS Kesehatan yang hanya puluhan ribu. Statement ini, menurutnya, menunjukkan bahwa masyarakat kurang terdidik dengan benar tentang persoalan pembayaran BPJS yang sesungguhnya jauh lebih murah daripada membeli rokok.

Pernyataan tersebut, menunjukkan pemahaman yang dangkal terhadap akar permasalahan sebenarnya. Ini bukan soal kemampuan finansial masyarakat, melainkan krisis kepercayaan yang fundamental. Membandingkan pengeluaran rokok dengan iuran BPJS adalah kesalahan logika yang mendasar karena keduanya memiliki karakteristik yang sangat berbeda.

Rokok adalah konsumsi sukarela yang memberikan kepuasan langsung. Perokok tahu persis apa yang mereka beli dan dapatkan. Meski berbahaya, tapi jelas ada kepastian dalam transaksi tersebut: bayar sekian, dapat sekian. Sedangkan di sisi lain, BPJS adalah sistem asuransi wajib dengan manfaat yang tidak langsung dirasakan. Yang lebih penting, ini adalah sistem yang penuh ketidakpastian dalam hal aturan, kualitas layanan, dan transparansi pengelolaan. 

Maka dari itu, secara psikologis, orang akan lebih mudah mengeluarkan uang untuk hal yang hasilnya pasti dan terkontrol, dibanding untuk sistem yang dirasa tidak transparan dan penuh ketidakpastian.

Resistensi masyarakat terhadap pembayaran BPJS bukan karena "kurang terdidik", melainkan karena pengalaman empiris yang mengecewakan. Ketidak-konsistenan aturan yang nyata dialami masyarakat meliputi tarif yang berubah-ubah, kebijakan naik-turun kelas perawatan, aturan denda yang tidak konsisten, dan prosedur yang sering berbelit. Belum lagi krisis kepercayaan terhadap pengelolaan yang dipicu berbagai kasus korupsi di lembaga negara, ketidaktransparan penggunaan dana, dan kualitas layanan yang masih timpang antar daerah. Kemudian ada gap yang menganga antara ekspektasi dan realitas, di mana pengalaman buruk saat menggunakan layanan BPJS tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan. 

Masyarakat bukan bodoh. Mereka rasional dalam menilai cost-benefit dari setiap pengeluaran mereka.

Yang paling mengkhawatirkan dari statement Direktur Utama BPJS adalah tendensi victim blaming. Alih-alih introspeksi dan berkomitmen memperbaiki sistem, ia justru menyalahkan "kurang terdidik"-nya masyarakat. Ini adalah bentuk arogansi institusional yang berbahaya. Sebagai pemimpin tertinggi lembaga yang dibiayai oleh pajak rakyat, seharusnya ia memahami bahwa tugasnya adalah melayani dan membangun kepercayaan, bukan menggurui.

Ironis, yang justru perlu dididik adalah para pimpinan instansi sendiri. Mereka perlu belajar komunikasi krisis yang efektif dengan memahami bahwa setiap statement publik akan dianalisis. Mereka juga perlu belajar logical reasoning untuk menghindari false analogy dan fallacy lainnya dalam berargumen, serta active listening untuk mendengar keluhan publik sebagai feedback konstruktif, bukan serangan. Yang tak kalah penting adalah empathy dan humility untuk memahami kondisi masyarakat dan mengakui kekurangan sistem. 

Dengan gaji dan fasilitas yang mereka terima dari pajak rakyat, seharusnya mereka yang paling berkompeten dalam berkomunikasi dengan publik. Tapi realitasnya, statement-statement blunder seperti ini malah semakin merusak kepercayaan.

Daripada menyalahkan masyarakat yang "kurang terdidik", BPJS seharusnya fokus pada peningkatan transparansi dalam pengelolaan dana dan penetapan kebijakan, konsistensi aturan yang tidak berubah-ubah sesuai kepentingan politik, peningkatan kualitas layanan yang merata di seluruh Indonesia, dan akuntabilitas publik yang jelas dan terukur.

Kepercayaan tidak dibangun dengan ceramah atau "edukasi", melainkan dengan konsistensi tindakan dan transparansi.

Ketika masyarakat melihat sistem yang benar-benar berpihak pada mereka, resistensi akan hilang dengan sendirinya. Masyarakat Indonesia tidak perlu dididik tentang pentingnya kesehatan. Mereka perlu diyakinkan bahwa uang mereka dikelola dengan baik, transparan, dan akan memberikan layanan yang berkualitas ketika dibutuhkan. Dan itu adalah tanggung jawab pimpinan BPJS, bukan masyarakat.

Kira-kira begitu, bukan?

Malang, -

Post a Comment

Ratakiri Selamat datang di Whatsapp chat
Halo, apa kabar?
Klik di sini ...